• Elins 2011

    Di sela acara jalan sehat 2012, baju biru kami menghiasi pagi itu

  • Elins 2010

    1 tahun yang lalu, saat acara jalan sehat 2011. KGS (pojok kiri atas) masih menemani kita sebelum kepergiannya

  • Einsten-Community

    Di sela acara jalan sehat 2012, kami dari Einsten-Community berkumpul bersama

  • Einsten-Community

    Di tempat ini kami mempererat tali persaudaraan, Candi Ratu Boko 2013

  • Elins 2012

    Kegiatan makrab yang berguna untuk lebih mengakrabkan kami

  • Elins 2013

    Foto bersama dalam acara makrab yang pertama kali kami ikuti di STTN - BATAN

  • Einsten Community

    Dalam satu tenda kami berbaur dengan semua angkatan

  • Einsten Community

    Dengan basket di Einsten Competition, kami lebih mengakrabkan diri

  • Einsten Community

    Futsal yang membuat kami lebih kompak

  • Einsten Community

    Inilah para pejuang basket perempuan Einsten.com

  • Einsten Community

    Futsal juga menjadi ketertarikan kaum hawa Einsten.com

Ketakutan!


Pijar lampu dari siku ruangan yang temaram itu menampakkan bayangan seseorang dengan rambut panjang. Ia pasti seorang gadis! Perlahan aku mendekatinya, berusaha mencari tahu apa yang ia kerjakan dalam ruangan gelap ini. Langkah demi langkah ku tambatkan di ubin yang sudah berlumut ini. Desain ruangan yang kokoh dan gelap, menambahkan aura mistis yang cukup menggambarkan seluruh isi ruangan. Debar hatiku kian meningkat tajam. Pikiranku tak lagi fokus. Buyar!
“ Mengapa kau kesini? ” suara berat yang aku yakin itu milik seorang laki-laki. Apa? Laki-laki? Jadi yang berambut panjang tadi adalah seorang laki-laki? Atau mungkin ada seorang laki-laki bersama dengan sosok berambut panjang itu?
Semakin aku mendekat dengannya, semakin aku merasa ada hal mistis yang begitu dahsyat di sekitarku. Semakin aku mendekat, semakin semerbak bau rerempahan. Kemenyan menari riuh rendah di hidungku. Aku tercekat! Saat seorang dengan tangan gempal memegang erat bahuku. Tidak dapat bernapas! Benakku menelusup kerdil. Seketika keringat dingin mengalir deras ke seluruh tubuh mungilku yang rapuh. Aku memejamkan mata ketakutan. Wajahku memucat dan aliran darahku mengapung tak sampai ke jantung. Rebah! Secepat kilat aku ambruk!
Masih dalam kengerian, aku perlahan membuka mata setelah beberapa saat tak sadarkan diri. Pria berambut panjang dengan mata besar dan hidung bak paruh burung pelatuk ini mengagetkanku. Aku berteriak!
“ Kau mengapa ada disini hai anak muda?” kembali, suara khasnya mengambang di ubun-ubunku.
Tanpa bisa menjawab aku hanya menyunggingkan senyum pertanda tak enak diri. Napasku masih memburu cepat. Suasana ruangan menjadi semakin gelap dan tiba-tiba seluruhnya hitam. Gumpalan bayangan berkelebat dengan membawa berpuluh keangkuhan. Aku masuk ke bawah kolong ranjang tempat aku tadi dibaringkan. Ketakutanku semakin menjadi. Bulu romaku semua terangkat seakan ingin berlari sejauh mungkin.
Terdengar suara kaki yang di seret dengan terseok-seok. Derit logam yang terbentur lantai semakin mendekat. Terlihat dari ekor mataku sebuah clurit besar mengamuk di balik ubin. Ia berteriak, ingin membunuhku saat ini juga.Masih dalam balutan kewaspadaan, aku berdiam di bawah kolong yang penuh dengan tikus ini. Mual menyambarku. Senyuman-senyuman para tikus ini menyiratkan rasa takut yang sama dengan apa yang kurasakan saat ini.
Kaki itu kini semakin mendekat. Mati! Saat ini juga aku pasti akan mati di ruang gelap yang haus akan cahaya ini. Jejak kaki yang tadi mendekat, terhenti seketika. Aku mendongak kearahnya perlahan. Tiba-tiba, seekor kucing hitam ganas menyerang kaki itu. Ia terperanjat kaku dan menggeletak tak karuan. Ia berlari dengan kecepatan yang tidak teratur. Kacau! Terbentur tembok! Ia jatuh dan terkapar.
            Napas memburu dari hidungku. Lari! Hanya itu yang kini aku pikirkan. Dengan cepat kakiku menghentak diantara ubin-ubin kotor yang berlumut. Semua rasa yang saat ini menjalar hanya sebuah ketakutan dan kewaspadaan. Aku ingin cepat menghilang dari tempat mistis yang sangat tidak menyenangkan ini. Namun, tangan gempal menerkamku saat petakan ubin yang kelima hampir terinjak. Tangan itu seakan tak mau aku kabur. Masih dengan sebuah clurit tajam, ia mengibaskan kearahku. Namun untungnya cicak yang menggelantung di atas mengeluarkan kotorannya tepat dihidung orang ini. Saat ia sibuk untuk membersihkan  kotoran itu, aku dengan segera berlari keluar.
            Perasaan lega karena aku sudah berada agak jauh dari tempat yang kurasa adalah sebuah neraka yang kapan saja siap membakar hangus tubuhku. Aku berjalan tertatih dan dengan terengah-engah, aku melangkahkan kaki di jalan rerumputan yang penuh dengan belukar. Kakiku sudah bersimbah darah karena duri-duri tajam sudah banyak yang menancap. Tersengal kini aku menapaki jalan ini.
            “ Hahahha!! Mau kemana kau anak muda?” Ternyata pria berambut panjang itu melalui jalan pintas. Kini ia sudah berada tepat di hadapanku. Kali ini sebuah senjata api sudah siap ia bidikkan ke arahku.
            Lari!! Bersembunyi!! Otakku seakan memberikan isyarat untuk melakukan hal itu.  Pohon pinus yang kokoh menjadi sarana terbaik untukku bersembunyi. Namun lagi-lagi, pria tua ini seakan memiliki mata di setiap bagian kepalanya. Kakinya juga cepat untuk mengejar keberadaanku.
            “ Aku akan membunuhmu saat ini juga anak muda! Kau tahu apa yang sudah kau lakukan terhadap keluargaku? Kau tahu apa yang harus kau tanggung karena sudah melakukan itu?” Tampak binar kebencian terpancar dari wajahnya. Tersirat seribu rasa ingin membalas dendam atas apa yang telah aku lakukan!
            “ Apa yang telah aku lakukan? Aku lupa dengan semua kejadian yang pernah aku alami!” tanyaku kepada orang tua ini.
            “ Dasar pemuda sombong! Tentang apa yang kau lakukan saja kau masih mengelak!”
            Aku yakin setelah mendengar pertanyaanku tadi, ia menjadi lebih marah dan akan secepatnya membunuhku. Namun apa boleh buat, aku memang benar-benar lupa dengan kejadian-kejadian yang telah aku lewati. Terlebih dengan semua kelelahan yang saat ini aku rasakan, yang membuat pikiranku bercampur baur.
            Lolongan anjing hutan yang menemani malam yang akan menjadi malam terakhirku ini  aku yakin sebagai sebuah penghargaan dari  hewan terhadap ketidakpantasan aku mati dengan cara yang seperti ini.
            Mulut senapan yang dipegang oleh lelaki tadi, saat ini sudah tepat berada di tengah keningku.
            “ Baiklah anak muda, dalam hitungan ketiga, akan aku ledakkan senapan ini tepat di keningmu!”
            1….
            2…
           
            “ Banguuuuunnnn!!! ” Tiba-tiba suara lengkingan menerobos kearah telingaku.
            Ternyata hanya mimpi. Sial rogohku dalam hati. Semua yang tadi telah ku alami hanyalah sebuah mimpi. Mimpi atau memang sesuatu yang menjadi pertanda bagiku? Ya, seorang pembunuh sepertiku memang layak diperlakukan seperti  ini. Mimpi ini harusnya menjadi kenyataan saja, agar tidak akan ada lagi peluang bagiku untuk melakukan hal serupa setelah keluar dari balik jeruji besi ini. Aku menyesal dengan apa yang telah aku lakukan dan ku yakin ketakutan dan kegelisahan yang menghantuiku ini tidak akan hilang. Dan aku hanya bisa berharap bahwa pada suatu saat nanti aku dapat hidup tenang tanpa ada bayang-bayang ketakukan yang menghantuiku lagi. Memang layak aku dihantui oleh ketakutan seperti ini. Aku sudah bermain-main dengan nyawa orang lain.
            Aku membenamkan diriku dalam keheningan. Ku ambil secarik kertas dan balpoin, dan aku mulai merangkai baris demi baris kata-kata yang saat ini ada dalam benakku.

Aku tak pantas hidup.
Hidupku adalah membuat sia-sia kehidupan seseorang yang seharusnya saat ini masih hidup.
Aku tega !
Aku kejam !
Menghilangkan nyawa orang lain dengan seketika!
Hanya karena hal kecil,
Saat ini aku benar-benar menyesal!
Aku ingin mengulang semua,
Agar aku bisa menghindari hal semacam ini.
Pembunuh sepertiku apakah masih layak hidup?
Pembunuh sepertiku apakah hanya harus mendekam dalam tempat seperti ini?
Lantas bagaimana keadilan dengan orang yang telah ku bunuh?
Apakah ia ikhlas dengan apa yang aku terima sekarang?
Entahlah yang pasti, bayangan tentang kematian sudah semakin mendekat dalam hidupku.
           
Catatan seorang pembunuh
( Menantikan kematian agar terbebas dari ketakutan!)

*****

0 komentar: